Penggunaan antibiotik yang tidak tepat bisa membuat kuman menjadi kebal atau resisten. Karenanya para ahli menyarankan untuk mengurangi resep antibiotik pada anak-anak.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menuturkan sejak tahun 1990-an telah ada penurunan sebesar 10 persen untuk peresepan antibiotik pada anak-anak berusia 14 tahun atau kurang.
Saat ini antibiotik sering digunakan tapi tidak bekerja dengan baik untuk melawan virus seperti pilek dan flu. Hal ini karena antibiotik digunakan untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri, penyalahgunaan ini bisa menyebabkan resistensi antibiotik.
Para ahli mengungkapkan dari waktu ke waktu dokter banyak salah meresepkan antibiotik. CDC menemukan dokter sering meresepkan antibiotik untuk sakit tenggorokan, pilek dan beberapa infeksi saluran pernapasan atas lainnya yang disebabkan oleh virus.
"Dokter masih terlalu sering meresepkan antibiotik, karenanya masih ada jalan yang panjang untuk mengatasi hal ini," ujar Dr lauri Hicks, ahli epidemiologi CDC, seperti dikutip dari Foxnews, Senin (5/9/2011).
Terkadang masalah yang timbul akibat tekanan dari orangtua yang ingin anaknya diberi antibiotik. Orangtua yang melihat anaknya menjerit sakit tengah malam mengharapkan dokter memberikan antibiotik untuk menyembuhkan anaknya.
"Dalam era baru konsumerisme, mereka tidak akan berhenti pada 1 doker dan akan pergi ke tempat lain untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan," ujar Dr Kenneth Bromberg, ketua pediatri dari Brooklyn Hospital Center di New York.
Anak-anak yang sering diberi antibiotik saat mengalami batuk pilek, justru menjadi lebih sering sakit. Umumnya anak-anak mengalami batuk pilek 4-5 kali dalam setahun, tapi jika diberi antibiotik bisa jadi 10 kali dalam setahun.
Untuk itu para orangtua juga sebaiknya lebih cermat dalam memberikan obat pada sang buah hati, dan jika si kecil mengalami batuk pilek sebaiknya tidak perlu diberikan antibiotik. Serta perbaikan dalam tes diagnostik cepat yang bisa membantu dokter menentukan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus.
Sumber: detikHealth
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar